Klik Aja Buat Nyari Apapun

Banner

Silahkan Bergabung

Selasa, 08 Maret 2011

Isu Miring Gedung DPR dan Kebohongan Publik

Jakarta – Gedung DPR ternyata tidak miring. Berdasarkan analisa Kementerian Pekerjaan Umum (PU) hanya mengalami rusak ringan. Tak pelak pernyataan anggota DPR soal gedung miring itu dinilai hanya alasan untuk membuat proyek. “Itu kebohongan publik yang harus dikritisi. Alasan yang diungkapkan tidak benar. Jangan sampai ini menjadi praktek baru di Indonesia, untuk membangun proyek,” terang Wakil Koordinator ICW Adnan Topan Husodo, Senin (3/5/2010).
Aktivis ICW (Indonesia Corruption Watch) ini menegaskan, kalau kemudian ternyata rekomendasi meminta perbaikan saja, tidak perlu sampai membuat gedung baru.”Kalau memang ingin mengadakan kebutuhan gedung baru, harus didasarkan argumentasi yang kuat sebagai dasar alasan kemiringan. Jangan sampai muncul dugaan tidak sedap dari masyarakat. Jadi kalau tidak cukup kuat alasannya, tidak perlu digolkan,” terangnya.
ICW menduga, pembangunan gedung baru Rp 1,8 triliun itu justru jadi alasan bagi oknum tertentu untuk mencari keuntungan. “Ketika bicara proyek kita bicara para pencari rente, yang kita duga ada di institusi DPR atau juga kesekjenan,” tambahnya.
Dia menegaskan, karena itu salah satu alasan korupsi sulit diberantas, karena institusi pembuat undang-undang juga masih rentan dengan praktek itu. Salah satunya modus menggolkan proyek besar untuk mendapatkan fee. “Kenapa korupi sulit diberantas? karena produsen kebijakannya bermasalah. Kalau kemudian praktek ini terbiasa dan turun temurun,” paparnya.
Hanya Rusak Ringan
Kementerian Pekerjaan Umum (PU) memastikan gedung Nusantara I DPR hanya mengalami kerusakan struktural ringan. Dalam hasil audit bangunan yang dilakukan oleh PU, tidak ada keterangan gedung DPR miring. “Hasil identifikasi jenis dan tingkat kerusakan bangunan pasca gempa adalah berupa kerusakan ringan pada komponen dinding non-struktural,” kata Kepala Pusat Litbang Permukiman Kementerian PU Anita Firmanti, Senin (3/5/2010).
Menurut Anita, uji bahan dilakukan di sejumlah titik pada bagian struktur di setiap lantai bangunan. Hasilnya hanya ada indikasi kerusakan ringan. Misalnya saja, uji palu beton pada permukaan komponen struktur menunjukkan permukaan beton memiliki kekerasan yang baik. Namun tingkat keseragaman sifat beton agak kurang. “Pengujian cepat rambat gelombang ultra menunjukkan sifat beton memiliki tingkat keseragaman kurang baik,” terangnya.
Tim audit bangunan juga menemukan retakan yang terukur dengan kedalaman retak antara 10,25-18,34 cm, melebihi ketebalan selimut beton (4-5 cm). Retakan ini dapat mengakibatkan timbulnya korosi pada baja tulangan dan berakibat turunnya kekuatan komponen struktur. “Jenis retak ini masuk pada kategori kerusakan struktural,” imbuhnya.
Beberapa retakan yang terdeteksi antara lain, retak vertikal pada dinding pasangan bata pengisi dengan shear wall pada lantai 5 sampai lantai 23. Juga ditemukan retakan jenis geser pada pasangan bata pengisi yang terletak pada gang antara toilet dengan ruang kerja pada lantai 12 dan beberapa lantai lain. “Juga terdapat plesteran yang terkelupas terdapat pada kolom grid G7 lantai 16 dan lapisan marmer dinding yang bergeser sedikit sehingga memperlihatkan celah selebar 1,5 mm pada beberapa lantai,” papar Anita.
Jenis dan tingkat kerusakan lainnya yang dinilai Anita sangat signifikan adalah kerusakan struktural pada balok induk dan balok anak yang terhubung dengan kolom grid B7 dan G7 pada Lantai 6 sampai lantai 23, berupa retak geser di bagian 1⁄4 bentang balok di muka kolom.
Audit konstruksi yang dilakukan PU adalah permintaan dari DPR lewat surat permohonan No. HR.01/73/IX/2009, tanggal 15 September 2009 perihal Bantuan Audit Struktur Gedung DPR Pasca Gempa. Permohonan audit dilakukan menyusul gempa bumi tektonik 2 September 2009 yang mengguncang Jawa Barat dan sekitarnya. Proses audit konstruksi dilakukan pada tanggal 2-4 Oktober 2009 dan dilaporkan secara resmi kepada DPR seminggu kemudian.
DPR Tetap Ngotot Gedung Nusantara I Miring
Sekalipun Kementerian Pekerjaan Umum (PU) membantah, DPR tetap ngotot kalau gedung Nusantara I DPR miring 7 derajat. DPR bahkan pernah membahas kemiringan gedung hasil laporan PU dalam rapat Paripurna. “Itu laporan diberikan pada DPR periode lalu, tahun 2009 pernah disampaikan di rapat Paripurna,” kata Ketua Badan Anggaran DPR Harry Azhar Aziz, Senin (3/5/2010).
Saat laporan PU disampaikan, Harry menjelaskan, anggota DPR terkejut. Semua kecewa dan menuntut agar gedung Nusantara I DPR segera diperbaiki. “Jadi perdebatan waktu itu, karena menyangkut nyawa anggota DPR,” kilah Harry.
Proses demi proses pun berjalan, hingga rencana renovasi mulai melangkah ke pembangunan gedung baru. Melihat kondisi yang sudah kelebihan kapasitas, akhirnya Kementerian Keuangan mengusulkan anggaran pembangunan gedung baru DPR untuk mengurangi penghuni di Gedung Nusantara I DPR yang mulai keropos. “Mekanismenya panjang. Karena sudah banyak retakan akhirnya dianggarkan pembangunan gedung baru karena menyangkut keselamatan anggota DPR,” terang Harry.
Sebelumnya diberitakan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) membantah memberikan laporan kepada DPR terkait kemiringan Gedung Nusantara I DPR sebesar 7 derajat. Gedung Nusantara I DPR hanya perlu sedikit renovasi dan dapat dipergunakan seperti sediakala. “Tidak ada kemiringan gedung dalam laporan kami, hanya perlu diperkuat,” kata Kepala Pusat Litbang Permukiman Kementerian PU Anita Firmanti.
___________________

Pengamat: Aneh, Isu Miring Gedung DPR

Pengamat Universitas Nasional (Unas) Tubagus Januar Soemawinata menilai, hal yang lucu dan aneh digulirkannya isu bahwa gedung DPR RI miring 7 derajat sehingga butuh dana Rp 1,8 triliun untuk menggantinya. Padahal, gedung tersebut jelas-jelas terlihat mata masih bagus dan tidak ada kemiringan. Kalau benar miring 7 derajat, tentunya gedung yang bertingkat 24 di Senayan itu sudah ambruk.
“Saya curiga jangan-jangan ini hanya permainan anggaran di DPR saja. Karena sekarang ini DPR sulit menyunat anggaran proyek pemerintah karena dipelototi KPK. Atau jangan-jangan ini merupakan deal antara DPR dengan pemerintah, dimana sub proyek akan dibagi-bagikan ke anggota DPR yang jadi pengusaha,” duganya di kampus Unas, Jakarta, Senin (3/5).
Januar juga mempertanyakan dengan disahkannya anggaran untuk membangun gedung baru DPR RI senilai Rp 1,8 triliun tersebut. “Kalau anggaran ini disetujui DPR bersama pemeirntah, maka timbal baliknya, anggaran proyek-proyek pemerintah juga akan disetujui DPR. Ini politik dagang sapi sekaligus mafia politik anggaran dengan menipu rakyat,” protes mantan aktivis ini.
Menurut Januar, mestinya harus ditunjukkan dulu dengan alat ukur yang valid bahwa gedunG DPR telah miring 7 derajat. “Ini tidak ada ukuran baku yang diperlihatkan kepada publik, tiba-tiba ada berita bahwa gedung DPR miring tujuh derajat, mendadak hari ini pula disahkan anggaran untuk membangun gedung baru DPR. Ini mengundang pertanyaan,” tandas paranormal asal Banten ini.
Senada pula, peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam menilai, seharusnya para anggota DPR yang masih berpihak kepada rakyat harus menolak anggaran pembangunan gedung baru DPR RI senilai Rp1,8 triliun. Anggaran itu masih memungkinkan dicoret pada paripurna DPR sebelum pengesahan APBN Perubahan.
“Kenapa harus membangun gedung baru DPR? Gedung lama itu masih difungsikan dan belum ada masalah. Adanya isu miring tujuh derajat karena gempa, itu sangat tidak rasional, karena posisi Gedung Nusantara I DPR sekrang ini masih sangat bagus dan tidak terlihat miring. Kalau benar miring tujuh derajat, itu sudah ambruk,” tegasnya.
Roy mengatakan apakah karpet atau lantai keramik yang rusak di gedung Nusantara I, mestinya itu yang diganti. “Tak perlulah membuat gedung baru. Belum ada urgensinya. Harus ditolak anggaran itu,” imbuhnya.
Menurut Roy, usulan anggaran tersebut ulah beberapa anggota DPR, bukan semua anggota Dewan. “Hanya orang tertentu yang berafiliasi dengan pemain proyek di DPR yang mengusulkan itu. Pada APBN 2010, pembuatan gedung baru, sudah dianggarkan Rp133 miliar untuk grand desain DPR. Biaya grand desain sebesar itu juga sudah harus dipersoalkan. Tiba-tiba sekarang muncul Rp1,8 triliun untuk pembangunan gedung baru,” bebernya.
Ia pun menengarai, ada segelintir orang ada yang ingin mengelabui anggaran uang rakyat. “Ini sudah direncanakan dan sistemik sejak periode lalu yang ditindaklajuti lagi oleh anggota Dewan yang terpilih lagi sekarang ini. Ini harus ditolak,” paparnya.
Sebelumnya diberitakan, pembangunan gedung baru DPR menyusul miringnya Gedung Nusantara I direncanakan selama 3 tahun anggaran. Total biaya yang direncanakan untuk membangun itu ternyata mencapai Rp 1,8 triliun. “Yang resmi diajukan Depkeu untuk tahun ini Rp 250 miliar. Rancangan totalnya Rp 1,8 triliun untuk tiga tahun anggaran,” ujar Ketua Badan Anggaran DPR Hari Azhar Aziz, Jumat lalu. Menurutnya, pada 3 Mei 2010 diadakan rapat antara Menkeu, Menko Perekonomian, Gubernur BI dan Bappenas membahas keuangan gedung berlantai 24 itu untuk mengambil keputusan akhir.
DPR Sahkkan Anggaran Awal Rp 250 Miliar
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI segera membangun gedung baru dengan total anggaran Rp 1,8 triliun. Anggaran awal pembangunan gedung baru senilai Rp 250 miliar akan disahkan dalam rapat paripurna DPR hari ini. “Akan kita sahkan dalam rapat paripurna pukul 09.00 WIB, ” kata Ketua DPR Marzuki Alie, Senin (3/5/2010).
Menurut Marzuki pemerintah dengan DPR sudah bulat menyepakati RAPBN-P tersebut. Anggaran tambahan untuk pembangunan gedung yang diperkirakan mencapai Rp 1,8 triliun rupiah akan dianggarkan dalam dua tahun berikutnya. “Karena itu tahap awal, waktu saya tanya katanya Rp 250 miliar yang disahkan,” terang Ketua DPR.
Meski anggaran awal pembangunan gedung baru segera disahkan, kata Marzuki, namun waktu dimulainya pembangunan belum bisa dipastikan. “Desainnya belum saya sepakati,” jelasnya sembari menambahkan, anggaran senilai Rp 1,8 triliun itu disusun oleh DPR periode sebelumnya.
Namun demikian, lanjut dia, dana tersebut belum tentu semuanya dipakai. “Itu dianggarkan oleh DPR sebelumnya. Angka 1,8 itu yang 400 juta untuk kelengkapan di dalamnya, yang untuk membangun gedung Rp 1,3 triliun, tapi itu belum tentu dipakai,” imbuhnya.
Ketua Badan Anggaran DPR Harry Azhar Azis juga mengatakan, rapat paripurna DPR dengan agenda pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2010 digelar menyusul kesepakatan pemerintah dengan DPR dalam rapat pengambilan keputusan tingkat satu, Sabtu (1/5) lalu.
“Sudah disepakati akan disahkan di paripurna pukul 09.00 WIB,” kata Ketua Badan Anggaran DPR Harry Azhar Azis, Senin (3/5/2010).
Menurut Azis, dalam rapat Sabtu pekan lalu sudah dicapai kesepakatan dengan pemerintah. Adapun beberapa fraksi yang menolak kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), menurut Harry, sudah memberikan kesepakatan dengan catatan. “Semua sudah sepakat, beberapa meninggalkan catatan,” jelas Ketua Badan Anggaran DPR.
Perubahan APBN termasuk asumsi dasar yakni pertumbuhan ekonomi disepakati sebesar 5,8%, lebih tinggi dari APBN 2010 sebesar 5,5%. Inflasi meningkat menjadi 5,3% dari 5,0%. Nilai tukar rupiah yang semula diasumsikan Rp 10 ribu turun menjadi Rp 9.200. Tingkat suku bunga SBI 3 bulan tetap di angka 6,5%. Asusmi harga rata-rata minyak mentah ditingkatkan hingga US$ 80 per barel dari harga sebelumnya dalam APBN 2010 sebesar US$ 65 per barel. Perkiraan produksi (lifting) minyak tetap 965 ribu barel per hari.
Target penerimaan dinaikkan Rp 17,58 triliun menjadi Rp 992,82 triliun. Kenaikan terbesar berasal dari penerimaan pajak dalam negeri sebesar Rp 10,45 triliun disusul penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 7,5 triliun. Belanja negara berjumlah Rp 1.126 triliun dari APBN sebesar Rp 1047,7 triliun. Dengan demikian APBN-P 2010 mengalami defisit sebesar Rp 133,7 triliun atau 2,1 persen PDB. (Jakartapress)


0 komentar:

Posting Komentar